السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Sahabat, hijab itu bukan sunah bagi wanita tapi kewajiban,
Hijab itu
tidak akan merugikan bagi kaum wanita, tapi menguntungkan bagi kaum wanita,
Hijab itu juga yang akan menaikan derajat kaum wanita bukan menurunkan
derajat wanita,
Allah SWT berfirman surat Al-A’raf ayat 26 yang artinya :
“Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat”.
Allah Juga berfirman di dalam surat al-Ahzab ayat 36 yang artinya :
“Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Perintah
Berjilbab / Hijab
Allah SWT berfirman :
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu & isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
utk dikenal, karena itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Ayat yang disebut
dgn ayat hijab ini memuat perintah Allah kepada Nabi-Nya agar menyuruh kaum
perempuan secara umum dgn mendahulukan istri & anak-anak perempuan beliau
karena mereka menempati posisi yang lebih penting daripada perempuan yang
lainnya, & juga karena sudah semestinya orang yang menyuruh orang lain utk
mengerjakan suatu (kebaikan) mengawalinya dgn keluarganya sendiri sebelum
menyuruh orang lain. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang
artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian & keluarga
kalian dari api neraka.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 272)
Abu Malik berkata: “Ketahuilah wahai saudariku muslimah, bahwa
para ulama telah sepakat wajibnya kaum perempuan menutup seluruh bagian
tubuhnya, & sesungguhnya terjadinya perbedaan pendapat –yang teranggap-
hanyalah dlm hal menutup wajah & dua telapak tangan.” (Fiqhu Sunnah li
Nisaa’, hal. 382)
Kriteria Jibab Syar’i
1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan
Syarat ini terdapat dalam firman Allah Swt:
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Qs. An-Nur :
31).
2. Bukan berfungi sebagai perhaisan.
Syarat ini berdasarkan firman Allah Swt:
“Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka” (Qs An-Nur : 31)
Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu yang menyebabkan kaum lelaki melirikkan pandangan kepadanya.
Allah SWT berifirman :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (Qs Al-Ahzab : 33)
Pakaian jilbab sebagaimana disebutkan pelindung wanita dari godaan laki-laki. Berarti pakaian muslimah (jilbab) tidak boleh berlebihan atau mengikuti trend mode tertentu karena memang jilbab bukan perhiasan.
3. Berjenis kain tebal, tidak tipis.
Sebagai pelindung wanita, secara otomatis jilbab harus tebal atau
tidak transparan atau membayang (tipis) karena jika demikian akan semakin
memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki.
Rasulullah Saw bersabda :
“ Bahwa Asma binti Abi Bakar masuk
ke rumah Rasul dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka Rasulullah berkata :
“Wahai Asma, sesungguhnya wanita yang telah haid (baligh) tidak diperkenankan
untuk dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, dengan mengisyaratkan wajah dan
tepak tangan.” (HR abu Daud)
Adapun fenomena kudung gaul yang kini sedang trend di kalangana anak
muda dengan pakaian yang tipis dan serba ketat, hal ini jelas merupakan pelanggaran
berat terhadap syarat jilbab yang diharuskan. Ancaman bagi mereka
sebagaimana sabda Rasullullah saw:
“Ada dua golongan dari ahli neraka
yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambuk
seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zhalim) (2)
wanita yang berpakain tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang
lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebasar punuk unta. Mereka tidak akan
masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium
sejauh perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim)
4. Harus longgar, tidak ketat, sehinga tidak
menggambarkan lekukan dari tubuhnya.
Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak
mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan tidak ketat dan tidak membentuk
lekuk-lekuk tubuhnya. Untuk itu jilbab harus longgar atau tidak ketat.
“Rasulullah saw memberiku baju Qubthiyyah yang tebal
(biasanya Qutbthiyyah itu tipis) yang merupakan baju yang dihadiahkan Al-Kalbi
kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi saw bertanya
kepadaku : “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qubthiiyah?” Aku menjawab: “Aku
pakaikan baju itu pada istriku” Nabi saw lalu menjawab : “Perintahkan ia agar
mengenakan baju dalam Qubthiyyah itu, karena aku khawatir baju itu masih
menggambarkan bentuhk tulangnya.” (HR. Al-Baihaqi, Ahmad, Abu dawud dan Ad-Dhiya).
Rasulullah memerintahkan pada istri Usamah bin jaid
(sebagaimana termaktub dalam hadits di atas) agar menggunakan pakain rangkap
sehingga Qubtiyah tidak membentuk tubuhnya. Perintah ini menunjukkan kewajiban.
Imam Asy-Syaukani dalam mensyarah hadist ini mengatakan : “Hadist ini
menunjukkan bahwa wanita itu wajib menutupi badannya dengan pakaian yang tidak
menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini merupakan syarat bagi penutup aurat.
Fatimah Az – Zahra,
putri Rasulullah pernah berkata kepada Asma : “Wahai Asma!
Sesungguhnya Aku Memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum wanita yang
menggenakan baju yang dapat meggambarkan bentuk tubuhnya” (Diriwayatkan
oleh Abu Nu’aim)
5. Tidak diberi wewangian atau parfum
Syarat ini berdasarkan larangan terhadap kaum wanita
untuk memakai wewangian bila mereka keluar rumah. Rasullluah Saw bersabda :
“Siapapun perempuan yang memakai wewangain. Lalu ia
melewati kaum laki-laki agar ia menghirup wanginya, maka ia sudah berzina” (HR. An-Nasa’i)
“Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita)
keluar rumah menuju mesjid, maka janganlah sekali-kaliu mendekatinya dengan
memakai wewangian” (HR. muslim)
Alasan pelarangan itu jelas, yaitu bahwa hal itu akan
membangkitkan nafsu birahi. Para ulama bahkan mengikutkan sesuatu yang semakna
dengan pakaian indah, perhiasan yang tampak dan hiasan (asesoris) yang megah.
6. Tidak menyerupai laki-laki
“Rasulullah melaknat pria yang menyerupai pakaian
wanita dan wanita yang menyerupai pakai laki-laki.” (HR. Abu Dawud)
“Tidak masuk golongan kami para wanita yang menyerupai
diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kami kaum
wanita” (HR. Ahmad)
“Tiga orang yang tidak masuk surga dan Allah tidak
akan memandang mereka pada hari kiamat: orang yang durhaka pada kedua orang
tuanya, wanita yang bertingkah kelelakian danm menyerupakan diri dengan
laki-laki, dan dayyuts (orang yang tidak memlki rasa cemburu)” (HR. Nasa’i, Hakim.
Baihaqi dan Ahmad)
Para ulama memasukkan tindakan wanita yang menyerupai
laki-laki dan tindakan kaum laki-laki menyerupai wanita dalam “al-kabaair”
(dosa-dosa besar). Mereka dilaknat dan laknat ini akan menimpa juga pada
suaminya yang membiarkannya, meridhainya dan tidak malarang melakukannya hal
itu.
7. Bukan libas syurah (pakaian popularitas)
Berdasarkan hadist Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah
saw bersabda :
“Barang siapa yang menegakkan pakaian syurah (untuk
mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah menegakkan pakaian kehinaan pada
hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka” (HR. Abu Dawud dan
Ibnu Majah).
Libas Syurah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan
tujuan meraih popularitas (gengsi) di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian
tersebut mahal yang dipakai oleh seorang untuk berbangga dengan gaun dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah dan yang dipakai oleh seorang
yang menampakan kedzuhudannnya dan dengan tujuan riya.
Itulah syarat-syarat pakaian seorang muslimah.
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa pakaian muslimah hendaklah menutup seluruh
anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan denga rincian sebagaimana
dikemukakan di atas, ia sendiri bukan merupakan perhiasan, tidak tipis,
tidak sempit sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum dan
bukan merupakan pakaian popularitas.
Semoga bermanfaat bagi sahabat pembaca dari artikel ini.